MaCuK n Jadi kauWan nYit di:

Thursday, October 8, 2009

Siapakah Teroris Berikutnya?

Oleh Yumita Ratih Uttami

Berita tertembaknya gembong teroris yang paling dicari di Indonesia, Nurdin M Top oleh Densus 88 mewarnai sejumlah media massa baik skala nasional maupun internasional. Setelah sekian lama pihak kepolisian melakukan pengejaran terhadap kawanan teroris yang ”diotaki” oleh Nurdin M Top, akhirnya pada tanggal 17 September 2009 kemarin, jajaran kepolisian berhasil membekuk dan menembak mati 4 kawanan terosis di tempat persembunyiannya di Kota Solo Jawa Tengah, salah satu di antaranya Nurdin M. Top. Seluruh warga negara yang merasa terancam kini dapat bernafas lega karena sang mentor teroris dan beberapa kaki tangannya telah mati tertembak.

Terorisme merupakan tindakan separatis yang menimbulkan ketakutan warga negara yang tinggal di wilayah tersebut. Tindakan berbau kekerasan itu bertujuan untuk mencapai suatu kepentingan sekelompok orang yang memiliki pandangan sama terhadap suatu hal. Tindakan ini dapat mengganggu ketenangan kehidupan bernegara. Jelas, akan ada sanksi besar dan di mungkinkan hukuman mati, pantas diberikan kepada pengacau stabilitas bangsa dan negara.

Indonesia sempat diguncang keamanannya akibat beberapa aksi terorisme seperti peledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada bulan Juli 2009 yang diduga memiliki hubungan erat dengan nama Nurdin M Top. Belum lagi dengan berita pengeboman hotel JW Marriott pada tahun 2003 dan bom Bali satu pada tahun 2002 dan bom Bali dua pada tahun 2005 yang juga didalangi oleh Nurdin M. Top, dan beberapa bom bunuh diri lainnya.

Pasca kematian Nurdin M Top, banyak ditemukan di beberapa situs sosial yang menuliskan guyonan seperti ’Siapa yang pengen ngetop setelah Nurdin M Top?’ atau percakapan dua orang lansia tentang terbunuhnya sang fenomenal di dunia terorisme. Hal-hal semacam itu menunjukkan perhatian warga negara tentang masalah krusial yang terjadi di Indonesia .

Selain itu warga Indonesia tak hanya disuguhkan berita tentang kematian Nurdin M. Top, namun masih banyak masalah Negara yang seharusnya menjadi tanggung jawab semua warga Negara yang tinggal di Indonesia . Seperti kasus penjiplakan lagu-lagu Indonesia oleh Negara tetangga Malaysia. Banyak media massa dan media elektronik yang gempar dengan klaim budaya Indonesia yang dilakukan Malaysia. Padahal jika kita berfikir demi hubungan bilateral antara negara kita dengan negara Malaysia yang di katakan serumpun, maka tidak akan ada tindakan-tindakan radikal seperti yang dilakukan mahasiswa dengan cara membakar bendera Malaysia dan berorasi di depan kantor kedutaan Malaysia. Cara tersebut sama hal nya dengan melempar kotoran ke muka seseorang yang berarti menjatuhkan harga diri suatu negara.

Lalu, apa yang mesti negara kita lakukan? Apakah hanya berdiam diri, atau melakukan tindakan yang sama dengan tim Densus 88 yang memukul langsung teroris asal Malaysia itu. sesuatu yang tampak sama pada dasarnya memiliki perbedaan walaupun sedikit. Kita asumsikan sebagai sepasang bayi kembar identik, walaupun mereka tampak sama namun ada hal yang berbeda di antara keduanya. Keduanya bukanlah orang yang sama. Begitu pula dengan batik yang dikabarkan diklaim oleh negara Malaysia. Jelas, jika kita bandingkan batik Indonesia dengan batik Malaysia tidaklah sama dengan teknologi yang digunakan dalam proses pembuatannya hingga tampilannya.

Selain itu, berita mengenai di klaimnya tarian pendet oleh Negara Malaysia membuat ’panas’ telinga warga negara Indonesia. Tidaklah bijak jika kita menelan bulat-bulat suatu berita tanpa mencari tahu dahulu kebenarannya. Layaknya pahlawan kesiangan yang akan membela negaranya jika diketahui karena terancam kehilangan satu budaya. Padahal persoalan yang tidak diinginkan terkait dengan kebudayaan dapat kita cegah dengan cara melestarikan kebudayaan itu sendiri. Sedangkan saat ini, kebudayan di masing-masing daerah semakin terancam punah karena minimnya kesadaran masyarakat di daerah dalam menjunjung tinggi kebudayaan dikarenakan besarnya pengaruh kebudayaan asing.

Rakyat Indonesia gempar menyuarakan agar budaya Indonesia segera dipatenkan agar tidak dapat di ambil oleh negara lain, mengingat seni budaya tidak dapat dipatenkan, namun memiliki dasar hukum yang kuat terutama bagi yang menciptakan seni budaya tersebut (seperti lagu daerah maupun alat musik), tetapi bangsa Indonesia memiliki hak atas kekayaan bangsa tersebut. Sedangkan yang dapat dipatenkan adalah sesuatu yang berhubungan dengan teknologi seperti handphone, notebook, dan televisi.

Jika kita mengaku sebagai negara serumpun, hendaknya kita bersama-sama bergandengan tangan untuk membangun negara agar lebih maju, dengan cara menghidupkan kebudayaan masing-masing serta memperkenalkan kebudayaan Asia kepada dunia.

Tak asing di pendengaran bahkan di penglihatan kita, untuk mengenal sosok Nurdin M Top sebagai teroris bersejarah yang telah merakit sejumlah bom demi kepentingan perjuangannya yang di katakan jihad serta ancaman kehilangan budaya Indonesia. Apakah kita sadar bahwa teroris yang sesungguhnya bagi negara ini adalah diri kita sendiri? Ya, teroris itu dapat bangkit kapan saja jika ia mau. Namun ada sisi gelap dari dalam diri kita masing-masing yang memiliki potensi untuk menghancurkan bangsa ini. Bahkan, melihat dari reaksi masyarakat menyikapi permasalahan kebudayaan tersebut, terlihat nyata bahwa bangsa ini masih labil sehingga sangat mudah untuk diadu domba. Untuk mencegah adanya teroris baru, kita bisa memulai dengan menjaga diri dari keinginan buruk yang dapat mengurung bangsa kita sendiri dalam sebuah kehancuran. Dengan adanya momen hari raya ini dapat kita manfaatkan sebagai jalan untuk mensucikan diri dari perbuatan negatif yang dapat merugikan diri kita sendiri. Sehingga jangan menyalahkan pemerintah atas beberapa kejadian belakangan ini yang menyudutkan bangsa kita, namun berusahalah untuk mengintropeksi diri apakah semua yang kita lakukan telah sesuai dengan ajaran agama maupun peraturan negara? Karena apa yang terjadi di lingkungan kita merupakan hasil dari apa yang kita capai sebagai bagian dari masyarakat.


**Artikel dimuat dalam Koran PontianakPost edisi 30 September 2009, dengan revisi